Setelah beberapa lama, Dalam perkembangan ekonomi dan perdagangan khususnya di Asia tenggara, hubungan perdagangan melalui jalan darat makin lama makin berkurang. Hal ini disebabkan antara lain karena faktor keamanan dalam perjalanan. Mungkin ketika itu sering terjadi gangguan dalam perjalanan seperti bencana alam (badai, banjir) dan gangguan binatang buas lainnya. Karena itu perjalanan membawa barang perdagangan mulai dialihkan melalui pelayaran di lautan.
Jalan melalui laut yang dimulai dari Negeri Cina melewati Selat Malaka dan perairan Indonesia menuju ke negeri India. Demikian pula sebaliknya pelayaran niaga dari India ke negeri Cina juga melalui Selat Malaka. Meningkatkan lalu lintas perdagangan melalui Selat Malaka menyebabkan munculnya bandar-bandar atau pelabuhan-pelabuhan kecil disekitarnya (terutama di pesisir Pulau Sumatera). Di Tempat-tempat tersebut para pedagang India maupun Cina beristirahat sementara sebelum melanjutkan pelayarannya. Pada waktu istirahat mereka mencari persediaan bahan makanan dan air minum juga barang dagangan di wilayah Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya ternyata semakin banyak pedagang-pedagang Cina maupun India yang singgah di kepulauan Indonesia. Karena keadaan demikian, maka para pedagang lebih menyukai menggunakan jalan perdagangan melalui laut. Banyaknya pedagang Cina maupun India yang menggunakan jalan laut menyebabkan makin ramainya perdagangan pelayaran di Asia, khususnya Asia Tenggara. Kedua negeri tersebut saling mencukupi keperluan masing-masing. Dari negeri Cina didatangkan barang-barang porselen dan sutera, sedangkan India banyak mengekspor barang-barang dari gading, ukir-ukirang dan tenunan halus.
Setelah mereka mengetahui bahwa Indonesia adalah sebuah negeri yang subur, tanah luas, dan banyak hasil bumi yang sangat diperlukan oleh bangsa-bangsa lain, misalnya: emas, perak, beras, rempah-rempah, kayu cendana, kayu gaharu, kapur barus dan lain-lain, wilayah Indonesia makin ramai oleh perdagangan di Asia.
Hubungan dagang antara India dan Indonesia makin lama semakin berkembang. Meluasnya hubungan dagang dengan Indonesia setelah para pedagang India dalam perdagangan dan pelayarannya menempuh jalan menyusuri pantai Barat Sumatera, terus ke Selat Sunda. Selanjutnya mereka berbelok ke arah utara menyusuri pantai Utara Jawa, Pantai Timur Kalimantan terus ke Cina.
Jalan perdagangan yang ditempuh oleh para pedagang India tersebut karena selain lautnya lebih tenang dan aman, juga daerah-daerah yang dilalui banyak menghasilkan barang dagangan seperti: emas, perak, gading, beras, rempah-rempah, rotan, kayu cendana, kapur barus, dan sebagainya. Kesempatan beristirahat dapat mereka manfaatkan untuk mendapatkan barang-barang tersebut. Menurut catatan para ahli sejarah hubungan dagang antara India dengan Indonesia lebih dahulu berkembang dibandingkan dengan hubungan antar Indonesia dengan Cina. Jadi kepulauan kita telah dikenal oleh orang-orang India terlebih dahulu. Bahkan di dalam kitab Ramayana (kitab Agama Hindu) terdapat nama Yawadwipa (Yawa: Jewawut, dwila: Pulau).Nama ini dipakai untuk menyebut suatu daerah di sebelah Timur Indonesia. Kemungkinan besar yang dimaksud dengan Yawadwipa adalah sebutan untuk Pulau Jawa.
Sumber lain tentang kepulauan Indonesia, disebutkan oleh seorang ahli ilmu bumi bangsa Yunani bernama Ptolomeus (kurang lebih 150 M). Ia menyebutkan bahwa di sebelah Timur terletak kepulauan yang banyak menghasilkan emas. Ptolomeus menyebutkan kepulauan ini dengan sebutan "Jabadiu". Mungkin nama Jabadiu ini dimaksudkan Pulau Jawa atau mungkin Pulau Sumatera.
Pada abad ke-5 sampai abad ke-6 perdagangan makin berkembang di Sumatera Tengah Kemudian dari abad ke-7 hingga abad ke-14 perdagangan berpusat di Kerajaan Sriwijaya. ZKarena pada waktu itu merupakan tempat persinggahan kapal dagang yang berlayar antara India dan Cina. Demikian pula sebaliknya. Bahkan para pedagang asing itu bukan hanya pedagang India dan Cina, melainkan ada juga pedagang Arab dan Siam (Thailand). Para pedagang itu membongkar dan memuat barang dagangan mereka di pusat pelabuan Sriwijaya. Dengan demikian Sriwijaya cepat berkembang menjadi bandar dan pusat perdagangan internasional yang sangat ramai.
Sementara itu di Pulau Jawa sekitar abad ake-14 terdapat bandar perdagangan yang tersebar yakni terletak di kota Tubah dan Gresik (Jawa Timur). Karena pada pertengahan masa itu kerajaan Majapahit dengan rajanya bernama Hayam Wuruk dan Patihnya Gajah Mada mencapai puncak kejayaan. Bandar-bandartersebut menjadi gudang rempah-rempah dari kepulauan Maluku. Dalam perkembangannya setelah itu baru muncul kota-kota Surabaya dan Jepara.
Seperti telah kita ketahui bahwa rempah-rempah sejak dahulu kala merupakan barang dagangan yang penting. Dari Eropa banyak permintaan rempah-rempah tersebut. Bandar-bandar di Jawa merupakan pelabuhan transit bagi rempah-rempah dari kepulauan Maluku. Dari sini remaph-rempah di bawa berlayar ke Barat, ke arah utara, sampai ke negeri Cina. Demikian pula barang dagangan lainnya seperti beras, dan bahan makanan banyak diangkut dari banda-bandar di Pulau Jawa.
Dengan adanya peningkatan kegiatan perdagangan antara Eropa dan Asia termasuk Indonesia, maka perdagangan rempah-rempah makin ramai. Karena banyak permintaan maka produksi rempah-rempah semakin dikenal oleh pedagang-pedagang asing. Keadaan ini menimbulkan keinginan besar di kalangan orang asing terutama Eropa untuk mengunjungi kepulauan kita.
Sumber : dirangkum dari berbagai sumber !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar